Pendahuluan
Sudah menjadi naluri manusia bahwa setiap orang suka kepada harta kekayaan. Karena dengan harta kekayaan yang ada pada dirinya, dia mempunyai kekuasaan untuk dapat membeli sejumlah barang dan jasa untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Kekuasaan manusia akan harta benda ini telah disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits, sebagai berikut :
“Seandainya anak Adam mempunyai dua lembah berisi hart, pasti masih ia cari juga lembah yang ketiga. Padahal yang memenuhi perut Adam tidaklah lain dari tanah berlaka. Tetapi Allah menerima taubat kepada barang siapa yang bertaubat”. ( HR. Muslim ).
Dengan harta yang ada di tangannya, orang tidak saja dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada sekarang, tetapi juga mempunyai kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang. Dengan demikian harta tersebut juga memberi rasa aman kepada mereka yang memilikinya.
Kebutuhan pokok manusia adalah makanan, pakaian dan tempat tinggal. Di samping itu masih terdapat banyak kebutuhan-kebutuhan lain seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, rekreasi dan sebagainya. Macam-macam kebutuhan itu akan terus berkembang sesuai dengan perubahan pola konsumsinya.
Perubahan pola konsumsi itu terjadi karena meningkatkan pendapatan dan berkembang teknologi yang mampu menyajikan berbagai barang baru dan berbagai kemudahan bagi manusia. Sehingga, seakan-akan kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas.
Untuk memenuhi berbagai kebutuhan itu maka harta yang di kuasainya dibelanjakan. Keputusan tentang apa harta itu akan dibelanjakan merupakan hak pribadi masing-masing orang, sebagaimana Allah telah menetapkan hak milik atas harta yang diperolehnya.
Walaupun keputusan untuk membelanjakan harta merupakan keputusan yang bersifat pribadi, namun beberapa petunjuk dan pedoman tentang pembelanjaan harta dapat kita temui dalam Al- Qur’an dan sunnah Rasulullah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ (٢٥٤)
”Hai orang-orang yang beriman belanjakanlah sebagian dari rizqi yang telah Kami berikan kepadamu, sebelum datang dari yang pada hari itu tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dzalim”. ( Q.S. Al- Baqarah (2) : 254 )
“Dan carilah pada apa yang di anugerahkan Allah kepadamu, keselamatan di akhirat, tetapi janganlah kamu melupakan bahagiamu di dunia dan berbuatlah baik ( kepada orang lain ) sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. ( Q.S. Al- Qashash (28) : 77 ).
Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut :
1. Agar kita membelanjakan sebahagian harta, sehingga sebahagianb yang lain dapat ditahan, untuk dibelanjakan kemudian.
2. Bahwa pembelanjaan harta adalah untuk dua tujuan sekaligus :
a. Untuk memenuhi kebutuhan duniawi.
b. Untuk pembelanjaan yang semata-mata amal, untuk kebahagiaan di akhirat.
Karena sifat kesukaan pada harta, maka ada kecenderungan manusia bersifat kikir. Sebaliknya ada sebahagian manusia bersifat boros dalam menggunakan harta. Sikap boros ini menyebabkan pembelanjaan harta tidak bersifat fungsional lagi, tetapi telah menjurus kepada kemewahan. Oleh karena itu Islam memberikan pedoman agar supaya orang-orang mukmin tidak boros dan tidak pula kikir di dalam membelanjakan harta.
“Janganlah kamu membelenggukan tanganmu pada lehermu dan jangan pula kamu terlalu mengulurkannya, agar kamu tidak tercela dan menyesal”. ( Q.S. Al-Isra’ (17) : 29 )
“Ingatlah, kamu orang-orang yang diajak untuk membelanja-kan harta pada jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya. Sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak ( kepada-Nya ). Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan menggantikan dengan kamu yang lain, dan mereka tidak seperti kamu”. ( Q.S. Muhammad (47) : 38 ).
”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (hartanya), tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, melainkan per-tengahan antara keduanya”. (Q.S. Al- Furqan (25) : 67).
Bab II
Pembahasan
A. Pembelanjaan Harta Dalam Arti Ekonomi
Seseorang yang memiliki harta, baik yang diperoleh melalui kerja, usaha ataupun warisan, dan sebagainya, dapat memilih satu diantara dua tindakan yaitu membelanjakan dan menahan hartanya.
Dalam hubungan ini kita mengenal adanya tiga tindakan ekonomi yaitu :
1. Konsumsi
Tindakan pertama yang dilakukan seseorang apabila memperoleh pendapatan atau kekayaan ialah membelanjakan atau mengeluarkannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan, baik untuk dirinya, maupun untuk keluarganya. Tindakan lebih lanjut adalah mempergunakan barang-barang itu, baik yang sekali habis dipakai maupun tidak. Tindakan ini disebut tindakan konsumsi.
Konsumsi meliputi pengertian yang cukup luas. Meliputi penggunaan barang maupun jasa-jasa. Berbagai petunjuk tentang konsumsi dapat dikemukakan dalam beberapa ayat suci Al-Qur’an dan Hadits.
Ayat-ayat dan Hadits yang bersangkutan dengan konsumsi antara lain :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (١٦٨)
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu".) Al-Baqarah : 168 )
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (١٧٢)
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”(Al-Baqarah : 172)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (٣٢)
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat[536]." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.(Al-A’raf : 32)
[536] Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.
Pemenuhan kebutuhan pribadi seseorang, dengan mengkonsumsikan berbagai barang untuk kelangsungan hidupnya adalah bersifat manusiawi dan wajib dilaksanakan. Kebutuhan akan pakaian, makanan, perumahan, pengobatan adalah kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi.
“Sungguh badan jasmanimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi”.(H.R. Bukhari dan Abdullah bin Amir)
“Darimu mempunyai hak yang wajib kamu penuhi”. (H.R. Bukhari dari Abu Juhaifah)
Disamping kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut, macam kualitas barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan juga berkembang sesuai dengan perkembangan pendapatan dan kebudayaan masyarakat. Untuk masyarakat yang lebih maju kebutuhan akan ilmu pengetahuan, komunikasi dan transportasi merupakan kebutuhan pokok bagi mereka.
Pemenuhan kebutuhan tersebut harus tetap dalam batas-batas fungsional dan menghindarkan diri dari sifat boros, sebagaimana disebutkan dalam Q.S Bani Israil ayat 29, dan Al-Furqan ayat 67.
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (٦٧)
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”( Q.S. Al-furqan : 67)
Petunjuk yang digariskan juga di dalam ayat-ayat tersebut adalah agar ummat manusia hanya mengkonsumsi yang baik-baik, yang halal, sesuai dengan yang telah digariskan dalam syariat agama.
2. Tabungan dan Investasi
Seperti yang telah dikemukakan bahwa dengan harga atau pendapatan yang diperolehnya, seseorang dapat menggunakannya untuk konsumsi dan menabung. Untuk orang-orang yang berpenghasilan rendah maka penghasilannya hanya dapat dipergunakan untuk memenuhi konsumsi yang paling dasar saja. Mungkin batas minimal konsumsi untuk standar hidup belum dapat dipenuhinya.
Disamping itu ada orang yang penghasilannya tinggi, yang dengan penghasilannya itu mereka dapat menyisihkan sebagian dari hartanya, sebagai kelebihan dari apa yang dapat dipergunakan untuk konsumsinya. Dalam hal ini mereka dapat menabung tanpa mengorbankan konsumsi yang harus dipenuhinya.
Untuk usaha, menyisihkan harta atau menabung untuk memenuhi kepentingan yang akan dating, baik secara langsung maupun tak langsung dianjurkan Islam.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ (٢٥٤)
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rizki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at”(Q.S. Al-Baqarah: 254)
[160]. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim.
وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (٢٩)
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya”(Al-Isra’ : 29)
[852] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
[852] Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.
Membelanjakan hanya sebagian harta, tidak memboroskan harta dalam membelanjakannya adalah dua usaha yang mengarahkan kepada menabung, yang dengan menabung itu orang akan terjamin hidupnya dikemudian hari. Dorongan dan anjuran untuk melaksanakan tabungan secara lebih tegas diberikan oleh Rasulullah SAW, yang antara lain disebutkan dalam hadits sebagai berikut :
“Tuhanlah sebagian hartamu untuk masa depanmu, hal itu lebih baik bagimu”.(Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, dan Nasai)
“Tidak akan mengalami kegagalan orang yang beristikharah, dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang menghemat”.(hadits Riwayat Tabrani dari Anas)
Menabung dapat dilakukan melalui berbagai cara. Ada yang menabung dengan cara menyimpan uang, ada juga di Bank, ada pula yang menyimpan dalam bentuk emas dan perak.
Menabung dengan cara menyimpan uang tunai lebih mudah dibelanjakan, menabung dalam bentuk tabungan di Bank mungkin akan lebih aman, sedangkan tabungan dalam bentuk emas dan perak akan dapat mempertahankan nilai uang yang terkandung didalamnya. Bentuk tabungan atau simpanan emas kiranya bukanlah bentuk atau cara yang sesuai dengan anjuran Islam, sebagaimana dalam surat At-Taubah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (٣٤)
“. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.(At-Taubah ;34)
Penyimpanan harta dalam bentuk emas dan perak, merupakan bentuk simpanan yang beku, yang tidak memberi manfaat kepada masyarakat. Bentuk yang memberi manfaat adalah bentuk simpanan dimana dengan simpanan itu memungkinkan orang untuk melakukan pembelanjaan tujuannya untuk investasi.
Dengan investasi itu ada dua keuntungan yang dapat dinikmati oleh masyarakat yaitu naiknya tingkat produksi, dan naiknya tingkat employment atau kesempatan kerja dalam masyarakat.
Pembelanjaan untuk investasi ini kiranya merupakan satu bentuk pembelanjaan di jalan Allah sebagaimana disebut di dalam surat At-Taubah : 34 dan Al-Hadid : 7.
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ (٧) “
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya[1456]. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”.
[1456] Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.
B. Pembelanjaan Harta dalam Arti Sosial
Dari segi ekonomi, pembelanjaan harta dapat bermanfaat atau kegunaan bagi mereka yang membelanjakannya. Manfaat itu dapat berupa manfaat langsung (dalam hal konsumsi) ataupun manfaat yang tidak langsung dan baru dirasakan kegunaannya pada waktu yang akan datang ( dalam hal investasi ).
Disamping itu dalam ajaran Al-Qur’an dan Sunnah terdapat petunjuk dan pedoman tentang pembelanjaan harta dari segi tujuan dan manfaat berbeda dari dua tersebut di atas, yaitu pembelanjaan harta dalam arti sosial. Pembelanjaan harta ini justru akan memberi manfaat dan kegunaan bagi pihak lain, baik pribadi-pribadi, kelompok orang maupun masyarakat banyak. Orang yang mengeluarkan harta tidak mengharapkan manfaat dari pengeluaran yang dibuatnya, tetapi yang diharapnya adalah pahala, yang memang dijanjikan oleh Allah SWT.
Pembelanjaan sosial ini menempati posisi sentral dalam sistem ajaran Islam. Hal ini dinyatakan dengan antara lain menempatkan zakat sebagai sadaqah yang wajib bagi semua pemeluk agama Islam. Disamping sadaqah wajib tersebut masih terdapat sejumlah sadaqah sunnah yang bermacam-macam bentuknya, yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan oleh pemeluk-pemeluk Islam.
a. Sadaqah Wajib/Zakat
Zakat yang merupakan salah satu rukun Islam, tidak saja memiliki arti ibadah akan tetapi lebih daripada itu merupakan suatu pedoman sosial yang kuat dalam sistem ajaran Islam. Sifat wajib untuk melaksanakan perintah itu, telah menempatkan zakat sebagai suatu lembaga pembelanjaan harta yang memiliki arti sosial penting, dan tidak sekedar merupakan suatu sikap belas kasihan dari orang-orang kaya kepada orang-orang miskin. Tidak mengeluarkan zakat berarti mengingkari hak dari fakir miskin yang seharusnya mereka berhak menerimanya.
Sebagai lembaga keagamaan yang bersifat pokok, zakat telah diatur sedemikian rupa sehingga telah jelas bagi setiap muslim tentang siapa subjek zakat, apa yang menjadi obyek daripada zakat, serta siapa-siapa yang berhak menerimanya dan kapan zakat harus dikeluarkan telah jelas pula aturan pelaksanaannya.
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (١٠٤)
“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?”
(At-Taubah : 104)
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (٢٦)إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (٢٧)
“ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Al-Isra’ : 26-27 )
Sabda Rasulullah SAW kepada Muadz bin Jabal :
“Ambilah zakat itu dari orang kaya dan berikan kepada orang-orang fakir mereka”
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (٦٠).
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].
[647] Yang berhak menerima zakat Ialah:
1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
[160] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
b. Sadaqah Sunnah
Disamping sadaqah wajib yang berupa pengeluaran zakat, ummat Islam yang mempunyai kemampuan masih memiliki banyak tanggunmg jawab sosial atas harta yang dimilikinya untuk melaksanakan bermacam-macam sadaqah sunnah,. Bahkan karena pentingnya bentuk pembelanjaan harta ini bagi masyarakat, maka Rasulullah SAW selalu menganjurkan, mendorong pengeluaran sadaqah ini. Sampai-sampai orang yang tidak memiliki kekayaan/harta juga dianjurkan untuk sadaqah dengan tenaganya yang ada pada diri mereka atau berusaha agar dapat mengeluarkan sadaqah.
Tekanan akan pentingnya pembelanjaan harta di jalan Allah SWT, yang berupa sadaqah ini, dapat diartikan sebagai manifestasi dari dua hal ;
1. Pengakuan akan adanya kenyataan bahwa rizki yang dapat diperoleh oleh seseorang yang berbeda-bea, ada yang seidikit ada pula yang banyak, dan hal itu merupakan sunnatullah.
2. Bahwa untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman dan sejahtera, diperlukan adanya retribusi rizqi dalam berbagai bentuknya (zakat, sadaqah)
Beberapa petunjuk Al-Qura’n dan Sunnah Rasul yang berhubungan dengan sadaqah antara lain:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (٢٦١)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.”(Al-Baqarah : 261 )
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (٣٩)
“Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rizki yang sebaik-baiknya”.
(As-Saba’ ; 39 )
[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (١)فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (٢)وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (٣)
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.(Al-Maa’un : 1-3)
Sabda Rasul :
“setiap Muslim harus bersedekah”. Sahabat Nabi bertanya”Nabi, bagaimana kalau ia tidak mempunyai sesuatu untuk bersadaqah”, Nabi menjawab :”Hendaklah ia bekerja agar dapat memberi manfaat bagi diri sendiri, kemudian dapat pula bersadaqah”. Para sahabatnya bertanya pula:”Apabila tidak dapat bagaimana?” Nabi menjawab :” hendaklah ia member pertolongan kepada orang yang memerlukan bantuan, karena mengalami kesusahan. Para sahabat bertanya lagi :” jika tidak dapat juga?”Nabi menjawab : “hendaklah ia berbuat baik, dan menahan diri dari perbuatan buruk.”(Hadits riwayat Bukhari, Muslim dan Nasal)
“bersadaqahlah kamu, sesungguhnya sadaqah itu menjauhkan kamu dari neraka”(Hadits Riwayat Tabrani dan Abu Naim)
“Jagalah dirimu dari api neraka, walaupun hanya dengan mensederhanakan dengan sebiji kurma”.
“Tidaklah beriman kepada-Ku, orang semalaman merasa kenyang, sedang tetangganya kelaparan disampinya dan ia pun mengetahuinya”.(hadits riwayat Tabrani)
C. Pembelanjaan Harta dari Sadaqah
Sadaqah dapat dilakukan secara perorangan, dari yang mampu kepada yang tidakm mampu, dapat juga melalui lembaga baitul mal.
Dalam hal yang kedua, maka lembaga yang akan membagikan kepada mereka yang berhak. Pengeluaran dari orang-orang tersebut dan pengeluaran baitul mal memiliki juga implikasi ekonomi. Hal ini tergantung kepada penggunaan daripada harta tersebut.
Harta dan Sadaqah tersebut juga dapat digunakan untuk keperluan konsumsi atau untuk tujuan investasi bagi kemaslahan masyarakat dalam jangka panjang.
Dalam hal ini sadaqah tersebut dibagikan kepada fakir miskin secara langsung, maka kemungkinan besar yang terjadi adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya sehari-hari.
Kemungkinan lain adalah bahwa harta sadaqah tersebut dikeluarkan untuk investasi, seperti pembangunan pabrik, pembelian tanah, pertanian, pembelian ternak, pendirian ruang-ruang sekolah. Dengan investasi ini penanganan masalah fakir miskin dilakukan secara berencana dan memiliki arti penanganan masalah secara struktural.
Bab III
Kesimpulan
Biasakan hidup hemat jangan boros-borosan dalam membelanjakan harta. Dan perbanyaklah sadaqah, zakat, menolong orang yang kesusahan. Apabila tidak sanggup dengan harta, sadaqah dengan tenaga, tidak sanggup tenaga, dengan berbuat baik akan menghindari perbuatan dzalim. Menabung bertujuan untuk menjadi tabungan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Manfaatkan kekayaan di bumi ini sebaik mungkin dan menurut ajaran Islam agar mejadi bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, jangan sampai merusak atau mengelola sumber daya alam secara boros/ berlebihan sehingga merugikan.
Daftar Pustaka
Rektorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.1997.Islam untuk disiplin ilmu ekonomi.Departemen Agama RI: Jakarta.